6.12.10

ke arah mana pun kau dibawa, ikutkan saja...


dik: tak ada yang lebih baik dilakukan selain mengikuti kemana pikiran membawa. aku selalu percaya, tenaga cinta sungguh tak terlawankan, bukan saja menjerat fisik, melainkan juga pikiran, bahkan dengan belenggu yang sungguh tak terbayangkan. kamu sudah mengalaminya, tentu. dan membuang pikiran yang selalu terhubung dengan seseorang yang kamu cintai, bukanlah jalan penyelesaian.


itupun jika "membuang" pikiran sungguh bisa dilakukan.


terhubung? kamu memercayainya? aduh, kenapa mempercayainya? kamu justru harus mengalaminya. keterhubungan, duh indah sekali ini, bukan saja sekadar sebuah tindakan percaya, tapi juga upaya untuk mewujudkannya. ini bukan sekadar permainan "perasaan", tapi keterhubungan adalah sebuah kondisi psikologis yang memang bisa diarahkan untuk tercipta. sungguh!


jadi, jika kamu memikirkan dia, jika kamu mengingat seseorang dengan perasaan yang membuncah, kamu pun bisa membuat dia tahu bahwa dirimu memikirkan dia, bahwa dia pun memikirkan kamu, disaat yang bersamaan. bisa, keterhubungan yang pararel.


dulu, jika bangun pagi, mandi, dan wangi, lalu kangen dengan gadisku, aku akan memikirkan dia, terus, bahkan dalam batinku kupanggil namanya: "non, datang ya, datang, aku kangen kamu, kangen kamu. aku ingin kamu kemari, disini, menemani aku, memberi satu kecupan basah. datanglah, non: aku kangen kamu."


dan aku selalu yakin, tak lama, paling setengah jam, sudah ada ketukan di pintu. dan ketika kubuka, wajah dia yang kusayangi itu telah ada, kadang bahkan dengan gugup. "lang sakit, ya?" atau "kangen aku, ya? dadaku berdebar terus, ingat kamu." dan aku memeluknya, dan aku ambil tangannya, aku susupkan ke dadaku, agar dia tahu, betapa debar di dada itu, yang bergelombang, memacu panas napasku, semuanya, kekangenan yang menuntut untuk dituntaskan. dan selalu, dia akan memasrah, menyerahkan dirinya, seperti aku, pada tenaga cinta, tangan kasih, yang membuat kami tak lagi berkata, hanya diam, ketika mata mengambil alih semua percakapan, dan meneguhkan keyakinan lewat sentuhan dan ciuman.


kontak batin itu berulang kali, bahkan, ketika ikatan aku dan dia guyah. saat dia telah menikah, aku masih sering "memanggil" keterhubungan itu. dan dia tahu. dia selalu menelepon jika begitu, mengatakan tak lagi bisa bertemu, tak berani lagi bertemu, karena jika ketemu, apapun bisa terjadi.


"lang, aku selalu tak kuasa menolak jika sudah dekat dengan kamu. dan aku tak ingin akhirnya kita menyalahkan cinta, jika sesuatu terjadi antara kita. aku takut aku tak kuat karena aku bukan lagi seperti dulu, yang belum disentuh lelaki secara penuh."


dia tak lagi datang. tapi kami terhubung, aku bisa menghubunginya, aku bisa menunjukkan betapa kangenku, sayangku, masih ada. jadi, ini bukan sekadar percaya, tapi juga usaha. kamu boleh tanya non --ah, lebih baik jangan-- bahwa beberapa kali, aku dan dia terhubung, dan sering ketawa, karena tiba-tiba kami melakukan hal yang sama disaat yang sama, saling menulis SMS misalnya, dan kaget, karena langsung berbalas di detik yang sama, tanpa janjian. ini menunjukkan, keterhubungan bukan hanya sekadar "ikatan" dua hati, dia lebih dahsyat dari itu: sebuah peristiwa magnetis, yang bisa kita lakukan untuk siapa saja. tidakkah kamu percaya?


non benar ketika berkata: merasakan getaran cinta itu sudah sangat nikmat. saat kamu terpelanting, itu baik. tapi, jika jatuhnya sakit, itu mungkin karena kamu tak mengikutkan "ke arah mana" cinta membawa.


percayalah, bukan saja karena tergetarkan kita baru merasa bahagia, bahkan merasakan punya cinta, bisa jatuh cinta, sudah sangat membahagiakan. jadi yang penting adalah bukan sekadar getar --ini kadang menipu sekali-- bukan sekadar keterpelantingan --ini kadang sementara dan menyakitkan sekali-- tapi perasaan syukur bahwa cinta --ilmu tertinggi yang ditiupkan Tuhan itu-- telah bersemayam di hati kita, masih dipercayakan tinggal di batin kita. bersyukur bahwa cinta itu ada, jauh lebih penting daripada bersyukur bahwa "cinta itu memberi atau menghadirkan sesuatu untuk kita." karena tanpa menghadirkan seseorang pun, cinta yang mendiami hati kita itu sungguh-sungguh sebuah anugerah, sebuah kepercayaan dari yang memberi hidup, yang juga menapasi kita, yang sangat mencintai kita, selalu, meskipun kita acap melupakan-NYA.


kau mengerti maksudku?

1 komentar:

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.