20.2.11

Luka Dini Hari

Dusun Karangjati tidak pernah lagi sama. Tidak lagi memberi kedamaian pada sanubari Kanthi. Kepak kunang yang mengirim cahaya di gelap malam kehilangan terangnya. Nyanyi burung kedasih membawa pilu di setiap hentak napasnya. Kedamaiannya terkoyak sudah. Terkoyak ketika serombongan orang membawa orang tuanya pergi setelah terjadi huru-hura dini hari. Serombongan orang yang tak menoleh sejenak pun ketika dirinya bersimbah air mata menggapai tangan ibunya yang perlahan diseret menembus malam. Teriakan ayahnya yang semakin sayup ditelan senyap. Satu wajah yang dikenal Kanthi, wajah yang biasanya begitu bersahabat padanya, tetapi begitu beringas malam itu. Pakdhe Soekarjo.

Kanthi tidak pernah tahu apa yang terjadi pada orang tuanya. Hanya saja orang bilang mereka dibunuh dan mayatnya dihanyutkan ke sungai bersama puluhan tubuh-tubuh tak bernyawa lainnya. Orang bilang orang tuanya adalah pendukung haluan kiri yang ikut ditumpas setelah pertumpahan darah di sebuah kota berjarak ratusan kilometer dari Dusun Karangjati. Semuanya terlalu rumit bagi seorang Kanthi, di usianya yang ke-sepuluh tahun.