16.2.11

Membunuh bintang...


Kau tidak tahu, Cinta, aku pernah melarung luka dalam lautan tanpa dermaga, aku bahkan membunuh bintang utara dan segala rasi di semesta, membuang segala petunjuk dan tanda. Hingga bila saat luka itu ingin kembali bersua, saat dia menatap ke angkasa, dia tak akan menemukan apa-apa kecuali gulita… Doaku semoga dia tak pernah menemukan jalan pulangnya…

“Dan kau, Cinta, serupa bintang yang paling terang… suatu saat jika kau benar bertandang... jangan bawa serta luka itu datang”

Percakapan embun...


Ah... Aku selalu suka menggambarkan malam sebagai tempat percakapan kita bermula, dengan ribuan kerlip bintang di angkasa, dengan awan-awan kelabu tempat menguraikan banyak cerita. Mengeksplorasi rasa dan merepihi setapak asing hatimu lewat suara… menyerap semua tawamu di seberang sana sambil mengisahkan tentang hujan atau berdebat tentang benda langit yang paling terang.

“Waktu terhenti dan percakapan kita membungai mimpi… menyesapi pada embun dini hari…”
(al)

Just Eve


Seumpama malaikat dengan sayap hitam berpijar terang, kegelapan langit menjadi takhtanya. Singgasana tempatnya bercumbu dengan bulan, bintang dan juga semesta. Dari badai di Utara samudera… hingga ke angin semilir di pucuk-pucuk akasia… Terkesima… Menggantikan lagu-lagu malam dengan syair merdu, suaranya melambatkan sang waktu.

Bila badai pun tertunduk dalam pesonanya,
apalagi aku yang hanya seorang hawa… perlahan-lahan terbunuh damba… 

(al)