8.3.11

JFJB_2… (Tentang Kehilangannya)


“There are things…

That we don’t want to happen, but have to accept,

Things we don’t want to know, but have to learn,

And people that we think we cant live without, but have to let go”



Dan begitulah hidup. Ada hal-hal yang sangat ingin kita hindari namun akhirnya oleh Tuhan, kita ditakdirkan untuk berpapasan, bahkan mungkin berkenalan, mau tak mau, suka tak suka. Begitu juga ketika kita harus melepaskan seseorang yang telah menjadi bagian hidup kita dalam waktu tertentu, membiarkannya berlalu seumpama mengikatkan tali ke leher sendiri, mengencangkannya sampai tidak ada udara pada paru-paru yang harusnya terisi… tiba-tiba kau merasa mati.

Dan perasaan seperti “mati” itu yang belum genap 2 bulan ini aku rasakan. Kehilangan dia, lelaki tempatku menambatkan hati selama 5 tahun terakhir terasa bagai pukulan keras di kepala, mimpi-mimpi yang berantakan di depan mata, semua kenangan yang tiba-tiba secara sukarela melintaskan diri dibenak, berdesakan meminta diingat, janji-janji yang entah kenapa terasa ingin aku menagihnya, lalu menamparkan tangan telak di wajahnya….. dan sempat terpikir bahwa aku tidak akan bisa bangkit lagi setelah “hal besar” ini.

Perjuangan kami menjalin ikatan ini tidaklah mudah, langkah pertama yang penuh ragu, setapak demi setapak yang diumpamakan dengan simpangan penuh liku, berduri dan berjurang batu. Tak jarang kami kelelahan, tapi tak pernah melepaskan genggaman, saling menyediakan bahu atau dada tempat menyurukkan kepala dan menangis sejadi-jadinya jika tiba-tiba rasa lelah itu hampir mengikis asa. Dan setapak demi setapak yang kami tinggalkan di belakang itu akhirnya berubah jadi jalan yang panjang bernama kenangan. Lima tahun kebersamaan (2 tahun terakhir bertunangan) harusnya menjadikan kaki kami yang menapak itu menjadi semakin kuat, tak lemah walau liat. Tapi yang terjadi sebaliknya, ayunan sepasang kaki yang seharusnya beriringan kadang mulai menginginkan lain jalan, tidak lagi sepaham, bahkan mulai berlari meninggalkan salah satunya tertinggal di belakang.

Dan bisa ditebak, bagaimana bisa kaki yang harusnya sepasang, kiri dan kanan, tiba-tiba dipisahkan. Olenglah seluruh badan, kehilangan penopang.

Dan aku selalu ingat di malam aku memutuskan semua, setelah genap 2 minggu dia tak ada berita. Tak mengangkat telepon, tak membalas pesan dan email yang mungkin memenuhi inboxnya. Dan dia menggantungku, mematahkan hatiku, meninggalkanku tanpa alasan, tanpa kesempatan dan penuh rasa penasaran. Dan dengan airmata yang tak berhenti berjatuhan dan amarah yang tak terkatakan, aku memilih menjadi satu kaki… meneguhkan hati terseok-sendiri.

Memang masih bisa dihitung tangan, waktu ketika duka itu menggerus-gerus ingatan. Menyanyikan lagu kesakitan berulang-ulang, membawa semua keluh dan ratapan menjadi mimpi buruk yang bahkan membuatku terbangun setiap malam. Hatiku seperti digenggam dengan erat, diremas dan dipaksa tak bernafas. Hal terbaik yang bisa aku lakukan adalah meringkukkan badan, menangis sejadi-jadinya sampai kelelahan, dan dengan terpaksa ketika keesokan harinya pergi ke kantor menggunakan kacamata hitam, beralasan mataku sedang terkena radang. Tak habis tanya di dalam kepala, yang ingin sekali aku teriakkan kepadanya….. KENAPA???? Yang kulakukan hanya mencintainya…. Itu saja.

“….Namun benar adanya, cinta itu seperti ini ternyata. Tentang berlapang dada. Tentang menerima tanpa meminta imbalan apa-apa. Sama seperti ketika Tuhan menciptakannya, tak pernah jahat, tak pernah salah tempat. Jika diwaktu itu hatiku ibarat batu yang keras dan kaku, lalu cinta itu berubah menjadi tetes-tetes air, meresap di setiap pori, hingga tergeruslah semua keras hati… Kuncinya hanya satu, ikhlas dan memaafkan diri sendiri…. Dan waktu kemudian membantuku, mengobati semua luka yang aku kira tidak ada obatnya…. Aku menyerah dan berpasrah. Tuhan memulihkanku segera… membalas doa-doa malamku dengan kesadaran yang tak bisa kuingkari maknanya, bahwa rencana yang dirancang-Nya lebih besar dari rencana yang aku rancang sekian lama “

“Giving up doesn’t mean your weak. Sometimes it just mean your strong enough to let go…”

***********

Dan ketika malam tadi, dengan segala keberanian yang aku kumpulkan hampir 2 bulan ini. Dan pengharapan agar tetap kuat berdiri dengan satu kaki. Dalam diam-diam dan sembunyi, tepat jam dua pagi, diantara sela kerja shiftnya yang dini hari, lewat suara telepon yang disambungkan dengan sengaja oleh salah satu temannya yang menaruh iba kepadaku, akhirnya aku bisa mendengar suaranya lagi (terima kasih bang Har.. J). Dia tak tahu, aku mendengarnya dari ujung sini, dengan rindu yang sudah terobati, menyesap pipiku sendiri, meneteskan air mata yang seakan tak mau berhenti, terharu. Alih-alih terluka apalagi pilu, ada rasa lega di dadaku, mendengar suaranya, mendapati bahwa dia baik-baik saja. Mendengar dia bicara dan tertawa tak urung menarik ujung bibirku ke atas, aku tersenyum dengan ikhlas. Terima kasih Rabb ku…. atas bahagia yang Kau beri untuknya, walau tanpaku.

“…..Dan benar adanya, cinta itu seperti ini ternyata, lebih besar dari rasa sakit hati itu sendiri. Cinta itu tak sebanding dengan rasa benci yang semula aku pikir bakal tak berkesudahan sampai ke tulang sendi. Dan benar adanya, walau dalam luka, cinta ternyata masih mampu membuatmu tertawa, saat kau mengetahui dia telah berbahagia….”

(07 Maret 2011, untuk seorang JFJB)

**************

PS : Dan di belakang jejak pergimu, Cinta. Ada remah-remah asa yang aku berhenti memungutinya. Sekali lagi biarkan waktu yang menyapu setiap kenangan itu, mengumpulkannya jadi satu, menyimpannya dalam satu kotak bernama masa lalu. Kuncinya ada di palung terdalam hatimu dan hatiku. Biarkan sementara hilang walau tak mungkin terlupakan. Hingga jika nanti Tuhan mentakdirkan kita kembali berpapasan, berada dalam satu lintasan, kita bisa tersenyum seraya berjabat tangan atau mungkin berpelukan. Sama-sama tertawa dan sudah melupakan semua…. Percayalah… kau dan aku akan baik-baik saja.

***************

Diposting juga di blog saya yang lain :)

2 komentar:

  1. percayalah,,, kau akan baik2 saja... :j:

    BalasHapus
  2. dan saya selalu percaya seoranag mba alith...bisa melewati semua dengan senyuman siakhir cerita :h:

    hidup ini adalah bicara tentang belajar, dna mba melewati fase belajar yang berbeda

    BalasHapus

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.