Aku terus mendayung sampanku hingga ke batas angkasa. Tenggelam dalam kegelapan layaknya hutan belantara. Dan menambatkan sampanku di bintang yang telah padam. Kasian, pikirku. Mungkin bintang ini sudah tua. Dan kehilangan kepercayaan dirinya. Kupotong bilah bambu bagian dari dayungku. Dan kuisi dengan gas dari lumpur vulkanik yang diberi paman Mars. Kunyalakan obor di bintang tua itu, agar kembali bercahaya. "Terima kasih, pengelana," bisik bintang tua dalam lirih suara. "Nevermind, kakek bintang...bye bye!" ujarku seraya masuk lagi ke sampan.
Tapi baru saja aku mendayung, melesat sang bintang berekor memotong jalurku. "Wooooiiiii!!!!" teriakku. Bintang berekor mengerem terpincang-pincang. "Maafkan aku, pengelana. Tapi aku harus bergegas. Tadi kulihat kekasihku tersedu." Bintang berekor segera tancap gas kembali, berzig-zag menghindari asteroid-asteroid yang tengah bermain di lapang semesta. Dan asteroid-asteroid yang menjadi korban ketidak jelasan arah sang bintang berekor meledak memaki-maki. Kasian. Hahahaha...
Sampanku mulai mendekati kerumunan yang mengomel. Jelas sekali si bongsor Vesta yang bersuara menggelegar. "Mungkin bintang berekor tengah mabuk udara!!! Kau lihat saja caranya melawan lintas orbit! Aku bingung harus bagaimana. Entah maju, entah mundur," Vesta terus meracau dengan kacau. Aku mulai pusing dengan riuhan yang ditimbulkan bintang berekor. Mungkin lebih baik kudayung sampanku pulang. Dan kembali dalam pelukan selimut tua yang nyaman.
sini aku peluk :c:
BalasHapuskerennnnn
asyik di peluuuuk... *ndusel-ndusel :k:
BalasHapuskoq cuma berdua sih? .... :a:
BalasHapus:f: :f: :f:
BalasHapuskeren & mantab deh. Kamu minum apaan sih jah ? :c: bisa bikin tulisan kayak gini
BalasHapusMinum susu :m:
BalasHapuspengen liat bintang jatuh jadinya :d:
BalasHapusmalam ini ikut aja di sampan pengelana Cil :c:
BalasHapusdinginnya kena angin laut :k:
BalasHapusPaket mantel tebel kaleee Cil :h:
BalasHapustetap aja dingin :b:
BalasHapus