13.12.10
Membunuh Rindu
Agas
Aku senang melihatnya tidur terlelap, entah sedang bermimpi atau tidak. Kalau dia bermimpi, aku memohon pada Tuhan agar memasukkan aku ke dalam mimpinya; dia menjadi putri raja dan aku pengeran dari negeri tetangga.
Kata mamaku, seorang wanita sebenarnya cantik atau tidak, terlihat saat mereka bangun dari tidurnya. Dan gadisku selalu terlihat anggun di pagi hari, walau hanya dengan baju tidur dan bekas air liur yang mengering di pipi.
Hari ini dia menyapaku lagi, “pagi Agas, gimana kabarmu pagi ini? Sudah kenyang semalam?” Sapaan itu bagaikan sebuah suntikan semangat baru tiap pagi.
Setelah itu dia melanjutkan aktivitasnya sehari-hari. Mandi, gosok gigi, dan sarapan pagi. Aku diperbolehkannya ikut ke tempat dia kuliah. Juga menemaninya duduk di taman dekat rumah. Berjam-jam kami habiskan berdua saja, membaca buku cerita atau saling bercanda melempar tawa. Tidak ada yang betah duduk di dekatnya selain aku, karena teman-teman dan keluargaku selalu kompak mengusir mereka yang berusaha mengganggu kami di taman itu.
“Darimana, Put? Kok baru pulang? Sendirian di taman lagi?”
“Iya, ma. Cari inspirasi buat skripsi.”
“Gak baik lho siang-siang di taman, apalagi taman serimbun itu. Banyak nyamuk. Anak tetangga kompleks tadi siang dibawa ke rumah sakit karena kena demam berdarah. Gara-garanya dia suka main di taman itu.”
“Iya, ma.” Gadisku hanya bisa mengangguk saja.
Saat tiba di kamarnya, gadisku berbisik padaku, “mama tidak tahu rahasia kita.”
********/*******
Apa Kabarmu ?
apa kabarmu, nda ?
aku memikirkanmu setiap saat
disela pagi dan cerahnya mentari
diderasnya bulir hujan rintik
diantara celahan senja
disaat malam menghujam
apa kabarmu, nda ?
apa kau baik baik saja ?
anganku sedikit terhanyut
pada sebuah cerita lama yang kau ceritakan
tentang aku dan inginmu
saat kau menyeruakkan kata
ada ikatan yang mengeratkan
mengerat asa yang telah lama ada
mengerat jiwa yang terpaut jarak
mengerat hati yang menjadi telaga cinta
Senandung Hati
Jikalau telah usai kau jilati remah pesta yang telah berakhir, dan meninggalkan dada kosong yang pernah mengadopsi luka. Datanglah padaku! Datanglah setelah kau tuntaskan masa lalumu. Dan aku akan menunggu. Hanya itu. Karena hanya kau yang sanggup menutup mata dari mimpi yang telah sirna. Hanya kau yang mampu melempar luka penguasa singgasana.
Hingga tak ada lagi tawa yang tersendat, tak ada lagi duka yang mengumpat. Meski hanya sanggup kunyatakan cinta dengan bahasa yang tak sempurna. Ijinkan aku menjemput kisah untuk kita.