Takut

"Umi, anterin Albi pipis!" Albi menarik narik ujung baju uminya dengan manja. Ibunya tersenyum, "Kan lampunya udah nyala semua, Albi, lagipula biasanya Albi pergi pipis sendiri kan? Masak jagoan umi nggak berani pipis sendiri?" "Ayo umiiiiiiii! Albi udah nggak tahan." Albi menyeret tangan ibunya dengan jari-jari mungilnya.

"Tumben jagoan umi takut? Biasanya berani sendiri," tanya umi setelah Albi selesai menuntaskan panggilan alamnya. "Albi takut hantu, umi. Di surau tadi, Ahmadi cerita tentang hantu. Serem deh umi. Dia bilang hantunya mukanya hancur dan berdarah-darah. Di punggungnya ada lobang besaaaaaaar. Dan lubangnya banyak ulatnya, umi." Umi masih dengan sabar mendengar Albi bercerita dengan semangat diikuti gerakan tangan untuk mengekspresikan ceritanya.


"Tapi umi, kata pak ustad kita nggak boleh takut sama hantu. Hukumnya haram loh, umi," lanjut Albi. Umi hanya geleng-geleng kepala geli mendengar anak bungsunya bercerita. "Kata pak ustad, kita cuma boleh takut sama Allah. Kata pak ustad, kalo takut sama hantu berarti kita syirik. Bener ya, umi?"

"Iya Albi, takut hantu itu itu merupakan syirik akbar yang bisa mengeluarkan kita dari keIslaman," umi menjelaskan dengan sabar.

"Tapi kenapa tadi setelah sholat Maghrib pak Ustad lari ketakutan waktu mas Bandi nakutin-nakutin pake kain putih di tengah kebun pisang pak Jalil ya Umi? Kalo pak ustad takut, kenapa Albi nggak boleh takut?"

Umi nggak bisa nahan senyum. "Udah ayo sekarang Albi tidur. Berdoa dulu!"